Selasa, 27 Juli 2010

Analisa Lingkungan Strategis : posisi, peluang dan tantangan Indonesia ( Wilayah Samudera hindia dan wilayah Laut Tiongkok Selatan)

Day 1, session 2,
Monday, July 26, 2010
Panelis 1 : Sabam Siagian

Analisa Lingkungan Strategis : posisi, peluang dan tantangan Indonesia
( Wilayah Samudera hindia dan wilayah Laut Tiongkok Selatan)



Yogyakarta 19 desember 1948. Kutipan Laporan dari Banaran (Jakarta 1960) oleh TB simatupang: “ Yogyakarta telah jatuh. Presiden, wakil presiden dan pemimpin-pemimpin lainnhya telah tertawan. Akan tetapi dengan itu apakah Republik kita telah mati? Ada seorang penulis kalau tidak salah Machiavelli yang pernah kurang lebih berkata bahwa benteng yang terahir dari Negara adalah dalam hati prajurit prajuritnya.Apakah republic ini mati atau hidup sekarang memang terutama tergantung dari pertanyaan apakah dia masih tetap hidup atau tidak dalam hati perwira-perwira, bintara-bintara, dan prajurit-prajurit TNI. Jawab atas pertanyaan ini akan diberikab oleh perkembangan pada hari-hari dan minggu-minggu yang datang. Dan nasib saya sendiri Kolonel tentara Nasional Indonesia Tahi Bonar Simatupang, tergantung dari jawab itu.
Setelah rusia rubuh pada natal tahun 1991, muncullah kekuatan baru yaitu India dan China (Tinongkok). India yang memiliki penduduk sekitar 1 miliar, dengan sitem politik parlementer saat ini sedang membangun kekuatan AL nya bahkan dalam tahun mendatang akan membangun kapal induknya sendiri sebanyak 3 buah. Sedangan Tiongkok yang menganut system satu partai, saat ini telah membangun infrastruktur yang berkelas dunia dan perkembangan ekonomi yang fantastis. Bahkan cadangan devisanya paling besar di duia, karena dia mampu membeli 2 triliun dollar surat-surat berharganya amerika.
Namun china juga memiliki segudang permasalahan antara lain, Tiongkok dalam sepuluh tahun kedepan akan kekurangan Sumber Energi dan sumberdaya militer. Memiliki permasalahan territorial Tibet dan bitus, disparitas ekonomi yang tinggi dan adanya aspirasi kalangan muda yang bisa mengganggu stabilitas politik china.
Dalam ceramahnya pak saban memang lebioh banyak memunculkan permasalahan dan tidak menunjukkan solusi dari permasalahan yang terjadi. Dampaknya RI ke depan perlu menyususn program jangka penek, jangka menengah dan jangka panjang. Ada baiknya disusun dalam bentuk GBHN sehingga DPR tidak seenaknya menggantinya, karena keduduka MPR yang mengesahkan GBHN lebih tinggi.
Minimum essential force dipandang cukup untuk mengatasi problem ini, tetapi pendapat pribadi saya tidak setuju. Bahwa dengan keberadaan 2 negara sebagai ancaman kita maka kita harus memasukkan kedua Negara tersebut sebagai potensi ancaman yang harus disusun tindakan untuk mengatasinya. Jika China dalam 2050 sudah menguasai lautan pasifik dengan blue water policy nya maka Indonesia seharusnya tidak menerapkan MEF. MEf cenderung menyusun kekuatan berdasarkan kemampuan anggaran. Tetapi MEF disusun berdasarkan pergeseran potensi ancaman yang muncul.

Tidak ada komentar: